Pengetahuan

Pada Saat Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPA di Kelas VIII di SMP Negeri Ceria, Bu Astuti Sedang Memimpin Praktik Pembedahan Organ Pencernaan Hewan

33
×

Pada Saat Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPA di Kelas VIII di SMP Negeri Ceria, Bu Astuti Sedang Memimpin Praktik Pembedahan Organ Pencernaan Hewan

Sebarkan artikel ini
Pada Saat Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPA di Kelas VIII di SMP Negeri Ceria, Bu Astuti Sedang Memimpin Praktik Pembedahan Organ Pencernaan Hewan

Sebuah kelas sains yang tampak bersemangat ada di SMP Negeri Ceria. Di kelas VIII, Bu Astuti, seorang guru yang berpengalaman, sedang memimpin praktik pembedahan organ pencernaan hewan. Dengan cermat dan penuh perhatian, beliau berkeliling ke setiap kelompok siswa yang sibuk bekerja dan belajar membedah tubuh hewan. Situasi kelas dipenuhi dengan keributan dan keramaian sementara siswa berusaha memahami struktur anatomi yang kompleks.

Namun, ada satu siswa, Susi, yang terlihat tidak aktif dan menjauh dari meja praktik. Dia duduk disudut dengan ekspresi ketakutan dan jijik. Rasa jijik dan geli yang dirasakannya adalah halangan bagi Susi untuk terlibat aktif dalam praktikum. Bagaimanapun juga, ini adalah bagian penting dari proses pembelajaran.

Melihat situasi ini, Bu Astuti mencoba mendekati Susi dengan sikap yang empatik. Dengan lembut, Bu Astuti menanyakan apa yang membuat Susi merasa tidak nyaman. Mendengar penjelasan Susi, Bu Astuti mencoba menenangkannya. “Tarik nafas yang dalam, Susi,” kata Bu Astuti, “Ingat, ini bukan tentang mencoba menjijikkanmu, tetapi tentang membantu kamu memahami cara kerja tubuh hewan ini”. Dengan sikap yang menguatkan, Bu Astuti mendorong Susi untuk berpikir positif dan percaya pada dirinya sendiri.

Setelah merasa lebih tenang, Bu Astuti meminta Susi untuk kembali ke meja praktik dan mencoba membantu timnya semampunya. Meski dengan ragu, Susi beranjak dan mulai berpartisipasi dalam praktikum.

Dalam kaitan dengan pembelajaran sosial emosional, Bu Astuti telah membantu menumbuhkembangkan kompetensi sosial dan emosional pada Susi. Dalam hal ini, Bu Astuti berhasil menciptakan suasana yang mendukung sehingga Susi merasa aman dan nyaman dalam menghadapi rasa takut dan jijiknya. Bu Astuti tidak hanya fokus pada konten pelajaran, tapi juga pada efek emosional dan psikologis dari proses belajar tersebut.

Dengan mendekati dan membimbing Susi, tetap tenang dan menguatkan, Bu Astuti telah membantu Susi untuk mengelola emosinya, merasa diterima, dan akhirnya berpartisipasi dalam praktikum. Ini menunjukkan keberhasilan Bu Astuti dalam mengintegrasikan pendidikan social dan emotional kedalam proses pembelajaran.

Jadi, jawabannya apa? Tidak ada pembelajaran yang efektif tanpa memperhatikan aspek sosial dan emosional siswa. Guru berperan penting dalam membantu siswa mengelola emosinya dan merasa diterima dalam proses belajar. Kita semua, seperti Bu Astuti, bisa menjadi facilitator yang mendukung dalam proses pembelajaran siswa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *