Berita

Coba Anda Jelaskan Bagaimana Pemahaman Soal Budaya Tinggi Tidak Bisa Dianggap Lebih Baik Dibanding Budaya Populer: Berikan Contohnya

121
×

Coba Anda Jelaskan Bagaimana Pemahaman Soal Budaya Tinggi Tidak Bisa Dianggap Lebih Baik Dibanding Budaya Populer: Berikan Contohnya

Sebarkan artikel ini
Coba Anda Jelaskan Bagaimana Pemahaman Soal Budaya Tinggi Tidak Bisa Dianggap Lebih Baik Dibanding Budaya Populer: Berikan Contohnya

Ketika kita membahas soal budaya, kadang kita selalu membedakan antara yang kita anggap sebagai “budaya tinggi” (high culture) dan “budaya populer” (popular culture). Budaya tinggi sering kali dianggap lebih “baik” dibanding budaya populer, tetapi kenapa kita tidak bisa hanya menjadikan premis ini sebagai patokan? Mari kita coba jelaskan mengapa.

Budaya tinggi biasanya merujuk pada segala apa yang dianggap sebagai bagian dari ‘elite budaya’, seperti opera, ballet, seni rupa klasik, sastra klasik, dan musik klasik. Sementara itu, budaya populer merujuk pada budaya yang dikonsumsi dan diakses oleh massa, misalnya film populer, musik pop, TV acara, komik, dan sebagainya.

Tampaknya mudah—aupun otomatis—untuk menganggap budaya tinggi sebagai hal yang ‘lebih baik’, biasanya berdasarkan asumsi bahwa budaya tersebut lebih kompleks, mendalam, atau intelektual dibandingkan budaya populer. Tetapi, premis ini mendasari beberapa kesalahpahaman.

Pertama, gagasan bahwa budaya tinggi secara inheren lebih ‘nilai'(valuable) mengesampingkan fakta bahwa nilai itu sendiri adalah konstruksi sosial dan budaya. Dengan kata lain, apa yang kita anggap sebagai ‘bernilai’ seringkali ditentukan oleh struktur kekuasaan dan norma sosial yang ada.

Hal ini bisa kita lihat dalam sejarah western musical canon. Bagaimana komposer tertentu (umumnya orang kulit putih pria) ditetapkan sebagai ‘great composers’, sementara yang lain (termasuk banyak wanita dan komposer dari latar belakang etnis minoritas) sering kali diabaikan.

Kedua, menganggap budaya tinggi sebagai lebih ‘intelektual’ atau ‘mendalam’ juga mendiskredit budaya populer yang bisa jadi—dan sering kali—berisi kritik sosial yang tajam dan komentar pedas. Misalnya, komik strip seperti Calvin and Hobbes atau acara televisi seperti The Simpsons telah banyak menyajikan kritik sosial yang tajam.

Menjadi jelas sekarang bahwa kita tidak bisa dengan mudah memandang budaya tinggi sebagai ‘lebih baik’ dari budaya populer. Kedua jenis budaya tersebut memiliki nilai dan kekuatan mereka sendiri. Budaya tinggi dapat memberikan pengalaman indah dari karya-karya seni yang kompleks dan mendalam, sementara budaya populer dapat memberikan hiburan yang sangat dinikmati oleh publik luas dan sering kali menampakkan kritik sosial yang penting.

Dalam realitanya, ide bahwa budaya tinggi ‘lebih baik’ dibanding budaya populer mungkin berarti kita kehilangan pandangan yang objektif pada budaya populer sebagai sesuatu yang ‘rendah’ atau ‘kurang’. Sebaliknya, kita patut menghargai berbagai bentuk budaya—baik itu ‘tinggi’ atau ‘populer’—atas dasar mereka masing-masing. Setiap budaya memiliki nilai dan arti tersendiri yang tidak bisa diukur hanya dengan standar ‘tinggi’ atau ‘populer’. Melainkan bisa juga diukur dengan dampak dalam masyarakat, kualitas pengalaman yang diberikan, dan manfaat lainnya yang bisa ditawarkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *