Diskusi

Pak Budi Melarang Anaknya untuk Berbahasa Jawa, Karena Dianggapnya sebagai Prilaku Kolot. Prilaku Pak Budi Mencerminkan

44
×

Pak Budi Melarang Anaknya untuk Berbahasa Jawa, Karena Dianggapnya sebagai Prilaku Kolot. Prilaku Pak Budi Mencerminkan

Sebarkan artikel ini
Pak Budi Melarang Anaknya untuk Berbahasa Jawa, Karena Dianggapnya sebagai Prilaku Kolot. Prilaku Pak Budi Mencerminkan

Pak Budi, sebagai tokoh dalam lingkaran urban, tampaknya telah terjebak dalam sebuah paradoks budaya modern. Sebagai orang tua yang progresif, ia melarang anaknya berbahasa Jawa, bahasa ibunya sendiri, dan menganggapnya sebagai prilaku kolot.

Prilaku Pak Budi ini mencerminkan dua aspek penting yang berkaitan dengan identitas dan peran bahasa di masyarakat modern: monolingualism dan pandangan miring tentang tradisi.

Monolingualism dan Kehilangan Warisan Budaya

Pak Budi, mungkin tanpa disadarinya, telah menjadi pendukung kuat bagi kebijakan monolingual, di mana hanya ada satu bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat. Dalam hal ini, bahasa tersebut adalah Bahasa Indonesia, bahasa resmi dan bahasa pengantar pendidikan di seluruh negeri ini.

Sayangnya, kebijakan ini telah mengakibatkan hilangnya warisan budaya yang melimpah dalam bentuk bahasa daerah. Pak Budi dan orang tua lainnya yang bukan hanya melarang tetapi bahkan memandang rendah bahasa daerah, mendorong generasi muda untuk melepaskan rasa cinta dan rasa memiliki terhadap bahasa tersebut, yang pada akhirnya mengancam keberlangsungan bahasa daerah tersebut.

Pandangan Miring Tentang Tradisi

Pandangan Pak Budi terhadap bahasa Jawa sebagai ‘prilaku kolot’ mengungkap prasangka umum terhadap tradisi. Dalam konteks ini, ‘kolot’ berarti kuno atau usang, dan dengan demikian menunjukkan suatu bentuk penolakan terhadap aspek-aspek budaya tradisional.

Prilaku ini menggambarkan pandangan sempit bahwa perubahan dan pertumbuhan sejajar dengan menyingkirkan tradisi dan budaya lama. Padahal, sebenarnya sangat mungkin untuk maju dan tumbuh sambil merawat dan menghargai warisan budaya kita.

Kebutuhan untuk Menghargai dan Mempreservasi Bahasa Daerah

Prilaku Pak Budi menunjukkan kebutuhan mendesak dalam masyarakat kita untuk mengubah cara kita melihat dan memperlakukan bahasa daerah. Bahasa bukanlah sekadar alat komunikasi, tetapi juga sarana untuk mempertahankan dan menyebarkan warisan budaya kita.

Melarang dan menggambarkan bahasa daerah sebagai ‘kolot’ bukan hanya berbahaya bagi keberlangsungan bahasa tersebut tetapi juga bagi keberlangsungan budaya kita secara keseluruhan. Maka dari itu, kita perlu mendukung penggunaan dan pelestarian bahasa daerah demi menghormati dan menghargai warisan budaya kita.

Pak Budi dan semua orang tua lainnya harus mengingat bahwa memajukan sebuah masyarakat tidak harus melibatkan penghapusan warisan budaya. Sebaliknya, kita bisa bertumbuh dan maju sambil mempertahankan dan merayakan warisan tersebut. Menyelaraskan kemajuan dengan bertahan adalah tantangan, tetapi dengan menyeimbangkan kedua aspek ini kita akan memiliki masyarakat yang lebih kaya dan lebih beragam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *