Berbicara di depan orang yang tidak dikenal bisa menjadi salah satu pengalaman yang paling menantang dan menakutkan. Itu terjadi pada hampir semua orang, termasuk Ibu dan Bapak kita. Kendati demikian, menjadi pembicara yang berani dan percaya diri adalah proses belajar yang berharga. Mari kita gali lebih dalam cerita Ibu/Bapak kita ketika mereka pertama kali belajar berbicara di depan orang yang belum dikenal.
Pengalaman Pertama Bapak
Pada tahun 1975, Bapak masih berusia 17 tahun. Ini adalah periode di mana dia sangat aktif di organisasi sekolah dan sering kali diminta untuk berbicara di berbagai acara. Namun, ada satu momen yang benar-benar membekas dalam ingatannya: pertama kali dia berbicara di depan orang-orang yang tidak dikenal di sebuah pertemuan komunitas. Bapak hanya diberi tiga hari untuk mempersiapkan pidato tentang “Pentingnya Pendidikan bagi Generasi Muda.” Bapak mengaku sangat gugup pada saat itu karena dia tahu, dia bukan hanya berbicara di depan teman-teman sekolahnya, tetapi juga berbicara di hadapan orang dewasa yang berbeda latar belakang dan status sosialnya.
Meskipun sangat gugup, Bapak tidak menyerah. Dia mempersiapkan pidatonya dengan baik dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk berlatih. Ternyata, pidato tersebut disambut baik oleh audiens, dan Bapak menerima banyak pujian atas keberaniannya dan kelancaran berbicaranya. Pengalaman ini menjadi titik balik bagi Bapak untuk terus mengasah kemampuannya berbicara di depan orang lain.
Pengalaman Pertama Ibu
Sebaliknya, Ibu pertama kali belajar berbicara di depan orang yang tidak dikenal di acara pernikahan keluarganya pada tahun 1980. Dengan usia yang masih belia, 15 tahun, Ibu ditunjuk untuk memberikan sambutan pernikahan untuk sepupunya. Ibu bahkan mengingat bagaimana detak jantungnya berpacu saat mendengar pengumuman tersebut.
Namun, dengan panduan dan dukungan dari keluarga, Ibu mulai merancang sambutannya. Ibu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengatur kata-kata dengan sempurna, dan berlatih di depan cermin sampai merasa yakin. Saat itulah Ibu merasakan kekuatan pembicaraan dan pengaruhnya terhadap orang lain.
Meski saat pertama kali berbicara di publik Ibu sangat gugup, dia berhasil mengatasi rasa takutnya dan memberikan sambutan dengan baik. Pengalaman tersebut tidak hanya memberinya kepercayaan diri tetapi juga membuatnya memahami bahwa berkomunikasi efektif memerlukan latihan dan persiapan yang matang.
Kesimpulan
Setiap orang memiliki ceritanya sendiri tentang bagaimana mereka pertama kali belajar berbicara di depan orang yang belum dikenal. Ada yang berangkat dari tantangan, kebutuhan, atau tugas yang memaksa mereka untuk melampaui batas kenyamanan mereka. Tetapi, satu hal yang pasti: berbicara di depan publik adalah keterampilan yang dapat dipelajari dan dikuasai oleh siapa saja, asalkan kita bersedia untuk berlatih dan belajar dari setiap pengalaman. Seperti halnya yang dialami oleh Ibu dan Bapak kita.