Demokrasi sebagai konsep pemerintahan yang mendasarkan kekuasaan pada suara rakyat, memiliki perjalanan yang cukup panjang dan kompleks di Indonesia. Pada artikel ini, kita akan membahas periode demokrasi yang berlangsung pada tahun 1959-1966. Dalam rangka untuk lebih memahami periode ini, kita akan memfokuskan pada sejarah budaya yang terkandung di dalam demokrasi. Selain itu, kita akan menilai bagaimana periode ini memberikan pengaruh pada perkembangan demokrasi di Indonesia.
Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Periode demokrasi yang berlangsung antara tahun 1959-1966 di Indonesia dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin. Periode ini dimulai pada bulan Juli 1959, ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menggantikan sistem Demokrasi Parlementer. Sebagai hasilnya, pemerintahan di Indonesia menjadi lebih terpusat di bawah kendali Presiden. Periode ini dianggap sebagai salah satu fase penting dalam sejarah demokrasi di Indonesia, karena mengubah cara negara ini dipimpin dan mempengaruhi perkembangan politik dan budaya dalam masyarakat.
Konteks Budaya Demokrasi Terpimpin
Sejarah budaya yang mendasari periode Demokrasi Terpimpin ini sangat penting untuk memahami bagaimana masyarakat Indonesia meresapi dan menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Sebagai negara yang memiliki banyak suku dan tradisi, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengintegrasikan berbagai prinsip demokrasi dengan kebudayaan lokal.
Pada periode Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno meluncurkan konsep Nasakom, yang merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Tujuan utama dari konsep ini adalah untuk menyatukan tiga faktor penting dalam masyarakat Indonesia – nasionalisme, agama, dan komunisme – dengan tujuan untuk menciptakan negara yang lebih stabil, harmonis, dan sejahtera. Dalam hal ini, konsep Nasakom mencerminkan upaya yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk menyatukan berbagai prinsip demokrasi dengan budaya lokal.
Implikasi Politik dan Perkembangan Demokrasi
Periode Demokrasi Terpimpin memiliki implikasi politik yang penting dan juga mempengaruhi jalannya demokrasi di Indonesia. Di bawah Demokrasi Terpimpin, kekuasaan dibatasi pada Presiden, dan parlemen kehilangan sebagian besar peran pengambil keputusan. Hal ini menyebabkan kemunduran dalam demokrasi dan melemahkan system checks and balances.
Selama periode ini, sejumlah partai politik, yang sebelumnya berperan penting dalam politik Indonesia, mengalami penurunan kekuasaan dan pengaruh. Berbagai kelompok politik dan suku yang berbeda sama-sama menghadapi tantangan dalam mencapai suara dan kekuasaan dalam sistem Demokrasi Terpimpin.
Periode Demokrasi Terpimpin diakhiri pada tahun 1966, ketika suatu peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September menandai awal dari Orde Baru. Orde Baru menggantikan periode demokrasi Terpimpin, dan sebagai hasilnya, Indonesia melangkah maju ke arah yang baru dalam perkembangan demokrasinya.
Kesimpulan
Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1966) dalam konteks sejarah budaya demokrasi memberikan pandangan penting tentang bagaimana Indonesia mengatasi perbedaan budaya dan berupaya menyatukannya dengan prinsip demokrasi. Walaupun periode ini memiliki beberapa dampak negatif bagi demokrasi sejati, namun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah dan perkembangan politik dan budaya Indonesia.