Diskusi

Pak Budi Melarang Anaknya Untuk Berbahasa Jawa, Karena Dianggapnya sebagai Prilaku Kolot. Prilaku Pak Budi Mencerminkan…

68
×

Pak Budi Melarang Anaknya Untuk Berbahasa Jawa, Karena Dianggapnya sebagai Prilaku Kolot. Prilaku Pak Budi Mencerminkan…

Sebarkan artikel ini
Pak Budi Melarang Anaknya Untuk Berbahasa Jawa, Karena Dianggapnya sebagai Prilaku Kolot. Prilaku Pak Budi Mencerminkan…

Pak Budi adalah seorang ayah kontemporer yang merasa perlunya melakukan praktek berbahasa modern di rumahnya. Dia melarang anak-anaknya untuk berbahasa Jawa, bahasa ibunya, karena dia percaya bahwa ini adalah prilaku kolot. Tindakan ini tanpa disadari mencerminkan beberapa asumsi tentang nilai dan pentingnya praktik dan tradisi budaya dan bahasa.

Anggapan Salah Tentang Prilaku Kolot

Pak Budi, dalam melarang anaknya berbahasa Jawa, melihatnya sebagai ‘prilaku kolot’ yang mengarah pada ketidakmampuan beradaptasi dengan dunia modern. Namun, anggapan ini jauh dari kebenaran. Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cerminan identitas individu dan budaya, dan menghargainya bukanlah prilaku kolot tetapi penghormatan terhadap warisan dan identitas sendiri.

Pentingnya Bahasa Daerah

Berbahasa Jawa, atau bahasa daerah lainnya, bukanlah hal yang buruk atau usang. Sebaliknya, bahasa daerah adalah bentuk ekspresi paling otentik dari identitas budaya yang berasal dari hati Indonesia. Ini adalah deleatur dari tradisi lisan kita, yang mewakili sejarah dan warisan budaya yang dalam dan kaya.

Praktek Monolingual dan Dampaknya

Dengan melakukan praktek monolingual di rumah, Pak Budi tanpa sadar meredupkan keberagaman budaya yang ada. Artinya, dia secara tidak langsung mengikis kekayaan budaya Indonesia yang tercermin dalam berbagai bahasa daerah dan adat istiadatnya. Selain itu, anak-anak yang dilarang menggunakan bahasa ibunya dapat merasa terputus dari warisan budayanya.

Refleksi Dari Perilaku Pak Budi

Apa yang mencerminkan dari perilaku Pak Budi adalah adanya pemikiran bahwa westernisasi atau modernisasi berarti meninggalkan segala hal yang dianggap ‘tradisional’ atau ‘lokal’. Namun, ini jauh dari kebenaran. Modernisasi tidak harus mengorbankan nilai-nilai dan budaya lokal. Sebaliknya, pembauran antara modernitas dan tradisi dapat menciptakan sinergi yang seimbang.

Akhirnya, menjadi penting untuk memahami bahwa keberagaman bahasa merupakan kekayaan dan identitas bangsa Indonesia. Menghargai dan mempertahankan keberagaman ini bukanlah prilaku kolot, tetapi justru menunjukkan sikap yang cinta akan warisan budaya sendiri. Pak Budi dan kita semua harus menghargai dan menjunjung tinggi bahasa daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *