Budaya

Sikap Masyarakat yang Tidak Mau Menerima Hal-Hal Baru dari Luar Seperti yang Dilakukan oleh Orang-Orang Tua yang Konservatif karena Trauma terhadap Penjajahan

32
×

Sikap Masyarakat yang Tidak Mau Menerima Hal-Hal Baru dari Luar Seperti yang Dilakukan oleh Orang-Orang Tua yang Konservatif karena Trauma terhadap Penjajahan

Sebarkan artikel ini
Sikap Masyarakat yang Tidak Mau Menerima Hal-Hal Baru dari Luar Seperti yang Dilakukan oleh Orang-Orang Tua yang Konservatif karena Trauma terhadap Penjajahan

Dalam masyarakat kita, ada sekelompok orang yang masih bersikap konservatif atau memilih untuk berpegang teguh pada tradisi dan budaya yang telah ada sejak lama. Sikap ini sebenarnya bukanlah sebuah kesalahan, akan tetapi dapat menjadi sangat membatasi apabila tidak dibarengi dengan kesiapan untuk menerima serta memeluk perubahan dan inovasi yang datang dari luar. Masalah yang kian kompleks dapat timbul apabila sikap konservatif ini lahir dari trauma mendalam penjajahan yang pernah dialami.

Untuk menjelaskan fenomena ini, marilah kita mulai dengan berusaha memahami apa yang dimaksud dengan teror trauma penjajahan. Penjajahan kerap diidentikkan dengan eksploitasi resources, penghancuran budaya asli, hingga perubahan sosial ekonomi yang signifikan. Trauma semacam ini tak jarang membekas dan diwariskan generasi ke generasi, berimpact ke sikap ketidakpercayaan terhadap hal-hal baru terutama yang datang dari luar.

Orang-orang tua sebagai bagian dari generasi yang masih merasakan penjajahan atau setidaknya mendengar cerita tentang penjajahan bisa jadi menjadi pihak yang paling konservatif dalam hal ini. Mereka hidup dalam lingkungan yang menanamkan rasa takut dan curiga terhadap segala hal yang datang dari luar. Hasilnya, sikap tertutup dan resistensi terhadap perubahan sering muncul dalam berbagai aspek kehidupan.

Perubahan dan inovasi dari luar sering kali dinilai sebagai ancaman terhadap identitas dan tradisi lokal yang sudah ada. Namun, hal seperti ini perlu kita pahami sebagai proses dinamika sosial yang alami. Ketidakmauan dalam menerima hal-hal baru dari luar dapat memutus rantai perkembangan dan bisa menyebabkan stagnasi dalam pertumbuhan sosial dan ekonomi.

Sebagai masyarakat, kita perlu melakukan introspeksi dan berupaya untuk melihat hal-hal dari perspektif yang lebih terbuka. Bukan berarti kita harus melupakan sejarah dan trauma yang pernah dialami, justru dengan mengingat masa lalu, kita dapat belajar dari kesalahan dan berupaya mencegah supaya tidak terulang kembali.

Transformasi tidak selalu berarti hilangnya identitas. Dengan pandangan yang lebih inklusif, kita dapat mengambil sisi positif dari perubahan yang ada dan menggabungkannya dengan tradisi lokal kita. Melalui cara ini, kita tidak hanya mempertahankan identitas dan nilai-nilai budaya kita, tetapi juga tetap relevan dan kompetitif dalam era global.

Jadi, jawabannya apa? Jawabannya adalah sikap terbuka, kesiapan menghadapi perubahan, dan peningkatan pemahaman tentang pentingnya adaptasi terhadap inovasi baru tanpa kehilangan jati diri budaya lokal. Mengambil hikmah dari masa lalu dan belajar untuk menjadi lebih baik di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *