Market

Berdasarkan Kasus di Atas, Bagaimana Penerapan Jurisdiksi yang Berlaku Terhadap WNA yang Melakukan Kejahatan Siber di Indonesia? Apa Dasar Hukumnya?

53
×

Berdasarkan Kasus di Atas, Bagaimana Penerapan Jurisdiksi yang Berlaku Terhadap WNA yang Melakukan Kejahatan Siber di Indonesia? Apa Dasar Hukumnya?

Sebarkan artikel ini
Berdasarkan Kasus di Atas, Bagaimana Penerapan Jurisdiksi yang Berlaku Terhadap WNA yang Melakukan Kejahatan Siber di Indonesia? Apa Dasar Hukumnya?

Kejahatan siber merupakan salah satu kejahatan yang memiliki dampak signifikan terhadap negara dan masyarakat. Banyak negara, termasuk Indonesia, telah mengambil langkah-langkah untuk membuat undang-undang yang mampu mengatasi permasalahan ini. Namun, penerapan undang-undang dalam kasus kejahatan siber yang melibatkan warga negara asing (WNA) masih menjadi isu yang kerap menjadi perdebatan, terlebih dalam konteks jurisdiksi atau yurisdiksi dan dasar hukum yang berlaku.

Jurisdiksi atau yurisdiksi dalam konteks hukum internasional merupakan kewenangan atau wewenang suatu negara untuk menuntut dan menjatuhkan hukuman atas kejahatan yang terjadi di wilayahnya atau yang melibatkan warganya. Dalam konteks kejahatan siber yang melibatkan WNA, ada beberapa prinsip jurisdiksi yang dapat diaplikasikan.

Dasar Hukum yang Berlaku

Di Indonesia, dasar hukum yang mengatur mengenai kejahatan siber adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Dalam UU ITE, Pasal 2 ayat (2) mengatur bahwa undang-undang ini juga berlaku bagi setiap pelaku tindak pidana yang dilakukan di luar wilayah Indonesia yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Negara Republik Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia yang patut dikenai sanksi menurut Hukum Negara Republik Indonesia.

Dalam penerapan jurisdiksi terhadap WNA, ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan:

  1. Prinsip Teritorial: Prinsip ini menyatakan bahwa suatu negara berhak untuk menuntut pelaku kejahatan yang terjadi di wilayahnya. Dalam hal ini, Indonesia dapat menuntut kejahatan siber yang terjadi di wilayahnya, meskipun pelakunya adalah WNA.
  2. Prinsip Kebangsaan: Prinsip ini menyatakan bahwa suatu negara berhak menuntut warganya yang melakukan kejahatan di luar wilayahnya. Namun, prinsip ini tidak berlaku dalam konteks WNA yang melakukan kejahatan siber di Indonesia.
  3. Prinsip Universal: Prinsip ini menyatakan bahwa suatu negara berwenang untuk menuntut pelaku kejahatan yang dianggap mengancam keamanan internasional, seperti terorisme dan pembajakan, meskipun pelaku tidak berkewarganegaraan atau tindak pidananya tidak terjadi di wilayahnya.

Analisis Penerapan Jurisdiksi

Dalam konteks kejahatan siber yang melibatkan WNA, Indonesia perlu mengedepankan prinsip-prinsip tersebut dalam menangani kasus tersebut. Prinsip teritorial menjadi landasan kuat bagi Indonesia untuk menuntut WNA yang melakukan kejahatan siber di wilayahnya. Pasal 2 ayat (2) UU ITE juga menegaskan bahwa undang-undang ini berlaku bagi kejahatan siber yang dilakukan di luar wilayah Indonesia, namun dengan dampak di wilayah Indonesia.

Dalam melaksanakan prinsip-prinsip ini, kerjasama antarnegara menjadi faktor yang sangat penting, terutama dalam proses ekstradisi atau pengiriman WNA yang melakukan kejahatan siber di Indonesia. Indonesia juga perlu meratifikasi sejumlah perjanjian internasional yang berkaitan dengan kejahatan siber, seperti Konvensi Budapest tentang Kejahatan Siber.

Meskipun tantangan yang dihadapi, Indonesia harus terus berusaha mengoptimalkan penerapan hukum dalam menangani kejahatan siber, termasuk untuk kasus yang melibatkan WNA. Hal ini merupakan upaya untuk melindungi hak dan kepentingan warga negara Indonesia di dunia maya.

Jadi, jawabannya apa?

Dalam penerapan jurisdiksi yang berlaku terhadap WNA yang melakukan kejahatan siber di Indonesia, pemerintah Indonesia perlu mengedepankan prinsip teritorial dan kerjasama internasional untuk menuntut pelaku. Dasar hukum yang berlaku dalam konteks ini adalah UU ITE dan UU Telekomunikasi. Kerjasama internasional menjadi kunci penting dalam proses penuntasan, pengiriman, serta penegakan hukum bagi WNA yang melakukan kejahatan siber di Indonesia.