Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu merindukan adanya interaksi dan hubungan dengan orang lain. Filosof dan sosiolog, Soejono Soekanto, pernah menyatakan “di dalam diri manusia pada dasarnya telah terdapat keinginan, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lainnya dan keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya.” Pernyataan ini menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah untuk bersama dan membutuhkan orang lain.
Thabatahaba’i juga menegaskan pernyataan serupa dimana dia percaya bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat menurut wataknya, sehingga kehendak untuk bermasyarakat adalah bagian dari fitrahnya. Teori ini merupakan tonggak penting dalam memahami dinamika sosial manusia.
Meski begitu, kemajuan teknologi dan digitalisasi yang pesat telah membawa tantangan baru dalam pergaualan masyarakat. Era digital bukan hanya mendatangkan manfaat dalam memperluas jaringan dan memudahkan komunikasi, tetapi juga membawa berbagai tantangan dalam pergaulan.
Perubahan ini dimanifestasikan dalam berbagai cara sehingga kita semua kini hidup dalam era yang dikenal sebagai masyarakat digital. Media sosial, perangkat lunak percakapan, dan teknologi komunikasi online telah merubah cara kita berinteraksi satu sama lain. Maka dari itu, tantangan yang hadir dalam pergaulan masyarakat era digital pun menjadi semakin kompleks.
Pertama, meskipun teknologi telah memudahkan kita untuk berinteraksi, jarak virtual yang diciptakan oleh media digital terkadang justru membuat kita merasa lebih terisolasi. Ini seringkali mengakibatkan perasaan kesepian, kecemasan sosial, dan depresi.
Kedua, tantangan lain yang muncul adalah masalah privasi. Dalam dunia yang serba digital ini, informasi dapat dengan mudah disebarluaskan dan diakses oleh siapa saja. Hal inilah yang seringkali menjadi dasar dari berbagai kasus pelanggaran privasi dan penyalahgunaan data.
Ketiga, tantangan yang tidak kalah pentingnya adalah munculnya masalah misinformasi dan disinformasi. Berita palsu dan informasi yang menyesatkan seringkali beredar luas di media sosial, meningkatkan polarisasi sosial dan mempengaruhi opini publik.
Jadi, menghadapi tantangan pergaulan di era digital bukanlah hal yang mudah. Namun, penting untuk selalu menjaga keseimbangan dalam menggunakan teknologi dan belajar untuk mengadaptasi diri dengan perubahan yang terjadi. Dalam hal ini, tetap menjaga komunikasi langsung atau tatap muka juga penting untuk melengkapi komunikasi yang dilakukan secara digital.
Jadi, jawabannya apa? Saat kita dapat mengatasi tantangan pergaulan di era digital ini dan merangkul teknologi sebagai pendukung interaksi sosial, bukan sebagai penghalang, kita akan semakin mendekati pencapaian dari fitrah kita sebagai manusia yang ingin menjadi satu dengan orang lain dan alam sekitarnya.