Makelar atau penghubung dalam konteks hukum dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) di Indonesia. Namun, pada kenyataannya, peranan makelar dalam sistem perdagangan di Indonesia tidak sepenuhnya berintegrasi dan seringkali diabaikan dalam praktik sehari-hari. Artikel ini akan mencoba mendiskusikan sejumlah alasan mengapa makelar tidak pernah dipraktikkan di Indonesia.
Kurangnya Pemahaman Hukum
Salah satu alasan utama makelar yang ada dalam KUHD tidak pernah diimplementasikan atau dipraktikkan di Indonesia adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran akan hukum dan aturan yang mengatur sistem perdagangan. Banyak pelaku usaha, terutama UKM, tidak mengetahui adanya peraturan yang mengatur peranan makelar dalam sistem perdagangan dan sehingga tidak mengacu pada KUHD. Hal ini mengakibatkan praktik perdagangan yang tidak tertib dan teratur.
Faktor Budaya
Faktor budaya juga sangat mempengaruhi alasan mengapa makelar dalam KUHD tidak pernah dipraktikkan di Indonesia. Budaya kekeluargaan dan kepercayaan yang tinggi antara pelaku usaha membuat mereka lebih memilih bertransaksi dengan orang yang sudah dikenal dan dipercayai. Dalam hal ini, tidak ada kebutuhan untuk menggunakan jasa makelar untuk menjembatani transaksi perdagangan.
Kemajuan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi dan informasi juga menyumbang alasan mengapa makelar yang diatur dalam KUHD tidak pernah dipraktikkan di Indonesia. Dengan mudahnya mengakses dan mendapatkan informasi, banyak pelaku usaha lebih memilih untuk mencari langsung ke produsen atau konsumen tanpa melibatkan jasa makelar. Hal ini membuat peranan makelar semakin terpinggirkan dan tidak relevan.
Tidak Efisien
Menggunakan jasa makelar dianggap tidak efisien oleh sebagian pelaku usaha yang lebih memilih membangun hubungan langsung dengan produsen atau konsumen. Dalam praktiknya, makelar hanya berfungsi sebagai jembatan antara produsen dan konsumen, tanpa memberikan nilai tambah bagi produk atau jasa yang ditawarkan. Oleh karena itu, para pelaku usaha lebih memilih untuk mengeliminasi peranan makelar guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi.
Hambatan Regulasi
Selain faktor budaya, teknologi, dan efisiensi, hambatan regulasi juga menjadi alasan penting mengapa makelar tidak pernah dipraktikkan di Indonesia. Seringkali, peraturan yang ada dalam KUHD terlalu kaku dan sulit untuk diimplementasikan dalam praktik perdagangan sehari-hari. Hal ini menyebabkan para pelaku usaha enggan untuk mengikuti aturan yang ada dan lebih memilih mengandalkan hubungan personal dan kepercayaan dalam bertransaksi.
Jadi, jawabannya apa? Faktor-faktor yang telah diuraikan di atas, seperti kurangnya pemahaman hukum, faktor budaya, kemajuan teknologi informasi, inefisiensi, dan hambatan regulasi merupakan alasan mengapa makelar yang diatur dalam KUHD tidak pernah dipraktikkan di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan perlunya terus berupaya meningkatkan pemahaman dan kesadaran hukum, serta mengadaptasi peraturan yang ada agar lebih fleksibel dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha di Indonesia.