Buku

Di Dalam Konstitusi RIS 1949 Terdapat Penyimpangan Terhadap Sistem Parlementer Terutama Pasal

23
×

Di Dalam Konstitusi RIS 1949 Terdapat Penyimpangan Terhadap Sistem Parlementer Terutama Pasal

Sebarkan artikel ini
Di Dalam Konstitusi RIS 1949 Terdapat Penyimpangan Terhadap Sistem Parlementer Terutama Pasal

Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau lebih dikenal dengan RIS 1949 merupakan dasar negara Indonesia pada masa transisi dari Republik Indonesia ke Republik Indonesia Serikat pasca pengakuan kedaulatan oleh Belanda. Dalam konstitusi RIS 1949 ini, terdapat beberapa penyimpangan terhadap sistem parlementer yang seharusnya diterapkan, terutama terkait pasal-pasal tertentu.

Konstitusi RIS 1949 diadopsi pada 15 Desember 1949 dan berlaku hingga 17 Agustus 1950. Konstitusi ini dianggap sebagai hasil kompromi antara pemerintahan Republik Indonesia dan Belanda, yang mengubah bentuk pemerintahan yang semula berupa unitar menjadi federal.

Salah satu pasal dalam konstitusi RIS 1949 yang menunjukkan penyimpangan terhadap sistem parlementer adalah pasal yang mengatur tentang pembentukan pemerintahan dalam sistem parlementer. Sistem parlementer mengamanatkan bahwa pemerintahan dijalankan oleh kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen, di mana parlemen dapat mencabut kepercayaan dan menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintahan.

Pasal 43, Konstitusi RIS 1949 mengamanatkan bahwa Presiden memiliki hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri dalam kabinet. Namun, ketentuan ini menyimpang dari sistem parlementer karena seharusnya hak mengangkat dan memberhentikan menteri tidak sepenuhnya berada di tangan Presiden, tetapi juga melibatkan persetujuan parlemen.

Selain itu, pasal 46, Konstitusi RIS 1949 mengatur bahwa Presiden memiliki hak veto terhadap rancangan undang-undang yang disahkan oleh parlemen. Hak veto ini dapat dianggap sebagai bentuk penyimpangan terhadap sistem parlementer karena dalam sistem tersebut, parlemen harus memiliki otoritas lebih besar dalam pembuatan dan pembahasan undang-undang dibandingkan dengan Presiden.

Pasal 43 dan pasal 46 menjadi bukti bahwa dalam Konstitusi RIS 1949, sistem parlementer belum sepenuhnya diterapkan secara murni dan benar. Hal ini dapat dikaitkan dengan upaya Belanda untuk mempertahankan pengaruhnya dalam pemerintahan Indonesia, serta menciptakan bentuk pemerintahan yang lebih mudah untuk dikontrol.

Dengan demikian, penyimpangan terhadap sistem parlementer terutama dalam pasal-pasal yang disebutkan di atas terlihat jelas dalam Konstitusi RIS 1949. Pasal 43 dan pasal 46 memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada Presiden dan mengurangi peran parlemen dalam menjalankan pemerintahan.

Jadi, jawabannya apa? Konstitusi RIS 1949 memang mengandung penyimpangan terhadap sistem parlementer yang seharusnya diterapkan, terutama dalam pasal yang mengatur tentang pembentukan pemerintahan dan hak veto Presiden. Penyimpangan ini dapat dikaitkan dengan upaya Belanda menciptakan pemerintahan yang lebih mudah dikontrol di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *