Islam adalah agama yang komprehensif dan mendalam dengan teologi yang lengkap, prinsip moral, dan panduan hidup yang jelas. Selain itu, Islam juga sangat mendorong penganutnya untuk berpikir kritis, meneliti, dan mengkaji segala hal yang terkait dengan makhluk ciptaan Allah SWT. Namun, ada batasan-batasan tertentu dalam berpikir, berdasarkan ajaran agama ini.
Berpikir Kritis dan Islam
Islam sangat menggalakkan pemikiran kritis. Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, berulang kali mengajak para pembacanya untuk merenungkan dan memahami pesan yang terkandung di dalamnya. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24). Melalui ayat ini dan banyak ayat lainnya, Al-Qur’an mengajak umatnya untuk berpikir, merenung, dan menggunakan akal pikirannya.
Pelajaran lainnya bisa ditemukan dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Tanda orang yang berakal adalah seringnya ia merenung dan diam, serta banyaknya ia memikirkan akhir hayatnya”- (HR Ad-Daylami). Ini adalah bukti lain bahwa Islam mengharapkan umatnya untuk berpikir secara mendalam dan kritis tentang dunia dan alam semesta ini.
Meneliti dan Mengkaji Makhluk Ciptaan Allah
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil-albab.” (QS. Ali Imran: 190). Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk mengkaji dan meneliti segala hal yang ada di alam ini. Meneliti dan mengkaji segala ciptaan Tuhan, baik dari segi sains maupun ilmu pengetahuan lainnya, adalah bagian dari ibadah dalam Islam. Segala pengetahuan yang didapatkan dari penelitian dan pengkajian bisa menjadi sarana yang mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, sebab dengan memahami ciptaan-Nya maka kita akan semakin memahami kebesaran dan kemahakuasaan-Nya.
Batasan dalam Berpikir
Meskipun Islam menganjurkan pemikiran kritis dan penelitian, ada beberapa batasan yang ditetapkan. Salah satunya adalah larangan memikirkan hakikat Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Renungkanlah mengenai alam ciptaan Allah, dan jangan kalian renungkan mengenai Allah.” (HR. Ad-Daruquthni).
Hal ini bukan berarti bahwa kita tidak boleh mempelajari atribut dan sifat-sifat Allah yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Yang dimaksud di sini adalah bahwa kita tidak diizinkan untuk mencoba memikirkan atau memahami hakikat esensial Allah SWT, karena itu adalah sesuatu yang berada di luar batas pemahaman manusia.
Kesimpulan
Islam memberikan pentingnya berpikir kritis, meneliti, dan mengkaji sejauh itu mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang ciptaan Allah dan dunia ini. Sementara, batasan dalam berpikir hanyalah tindakan pencegahan untuk tidak memasuki area yang tidak bisa dipahami oleh akal manusia, contohnya memikirkan hakikat dari Allah SWT. Dengan demikian, dalam Islam, pengetahuan dan keimanan berjalan bersama dalam cara yang seimbang dan harmonis.