Sanering termasuk salah satu tahap penting dalam sejarah ekonomi Indonesia. Pada tahun 1959, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno melaksanakan kebijakan ekonomi dengan istilah sanering. Secara umum, istilah sanering sendiri dalam dunia ekonomi diartikan sebagai upaya untuk memperbaiki keadaan ekonomi yang buruk, termasuk hiperinflasi yang terjadi.
Penyebab Hiperinflasi
Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang kebijakan sanering, alangkah baiknya memahami latar belakang kebijakan ini diterapkan. Pada periode 1950-an, Indonesia tengah mengalami hiperinflasi yang parah. Sebabnya adalah akibat dari perang kemerdekaan dan perang dunia kedua yang menyebabkan inflasi tinggi. Selain itu, pengeluaran pemerintah yang besar untuk membiayai berbagai proyek dan kebijakan semakin memperburuk kondisi ekonomi.
Pelaksanaan Kebijakan Sanering
Untuk memperbaiki situasi tersebut, pada tahun 1959 pemerintah melaksanakan kebijakan sanering. Langkah pertama yang diambil adalah mengevaluasi dan membatasi pengeluaran anggaran pemerintah. Selain itu, dilakukan juga langkah penstabilan nilai mata uang rupiah yang melonjak tinggi. Salah satunya adalah dengan cara menarik uang beredar di masyarakat dan menggantinya dengan mata uang baru.
Dampak Kebijakan Sanering
Kebijakan sanering yang diterapkan pemerintah pada 1959 sesungguhnya ditujukan untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang sedang buruk. Diharapkan dengan kebijakan ini, inflasi bisa dikendalikan dan ekonomi bisa kembali stabil.
Namun, sanering juga membawa dampak negatif. Meski berhasil menekan inflasi, kebijakan ini justru memukul sektor riil ekonomi. Banyak perusahaan yang bangkrut dan rakyat kecil mengalami kesulitan ekonomi.
Di sisi lain, kebijakan ini juga mendapatkan kritik dari berbagai pihak karena dianggap memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi masyarakat kecil. Budaya korupsi dalam penerapan kebijakan ini juga turut menjadi sorotan.
Kesimpulan
Kebijakan sanering yang diterapkan pada tahun 1959 merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam menghadapi kondisi hyperinflasi. Meski dianggap berhasil dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dan menekan inflasi, kebijakan ini juga memiliki dampak negatif bagi sektor riil ekonomi dan masyarakat secara luas. Potret ini menjadi bukti bahwa proses pembangunan ekonomi suatu negara tidaklah mudah dan memerlukan kebijakan yang tepat dan berimbang untuk mencapai hasil yang diharapkan.