Berita

Kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah: Sepeninggal Muawiyah Pemerintahan Harus Dikembalikan ke Tangan Umat Islam yang Terkenal dengan

34
×

Kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah: Sepeninggal Muawiyah Pemerintahan Harus Dikembalikan ke Tangan Umat Islam yang Terkenal dengan

Sebarkan artikel ini
Kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah: Sepeninggal Muawiyah Pemerintahan Harus Dikembalikan ke Tangan Umat Islam yang Terkenal dengan

Peristiwa dalam sejarah Islam ini berkaitan dengan fitnah terbesar yang menerpa, yakni peristiwa perang saudara atau dikenal dengan perang Jamal dan Siffin. Perang saudara ini berakhir dengan tumbangnya Khalifah keempat, Ali bin Abi Talib. Setelah kematian Ali bin Abi Talib, jabatan khalifah pun diwariskan kepada puteranya, Hasan bin Ali.

Namun, di tengah kondisi sulit dan tekanan politik, Hasan bin Ali mengambil keputusan bersejarah. Ia menyetujui penyerahan kepemimpinan kepada Muawiyah, yang kala itu menjadi perwakilan politik dari kaum Quraisy. Kesepakatan tersebut direstui oleh Hasan bin Ali dengan kesadaran penuh, dengan harapan untuk mengakhiri perpecahan dan penderitaan Umat Islam.

Dalam kesepakatan tersebut, terdapat klausul penting, yaitu jika Muawiyah meninggal dunia, pemerintahan harus dikembalikan ke tangan Umat Islam, tidak boleh diwakafkan, apalagi diwariskan kepada anak atau kerabatnya. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan sejatinya ada di tangan umat, bukan berada di tangan individu atau kelompok tertentu.

Konsep pemerintahan ini dikenal dengan Khilafah ‘ala Minhaj an-Nabuwwah, yaitu sistem pemerintahan yang mengikuti cara Rasulullah dan para Sahabatnya. Dalam sistem ini, umat memiliki suara dalam memilih dan menentukan pemimpinnya sendiri. Ungkapan “Umat Islam yang terkenal dengan” dalam konteks ini merujuk pada Umat Islam yang dikenal dengan kesetiaan dan keberaniannya dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.

Meski sudah ada kesepakatan ini, setelah Muawiyah wafat, ia justru mewariskan kekuasaan kepada anaknya, Yazid bin Muawiyah. Hal ini menandai dimulainya era dinasti yang berkuasa di dunia Islam, yakni Dinasti Umayyah yang menandai berakhirnya Khilafah ‘ala Minhaj an-Nabuwwah dan dimulainya sesuatu yang bertentangan dengan prinsip murni dan idealisme yang diagungkan oleh sistem Khilafah ini.

Sejarah ini mengajarkan kita bahwa integritas, keadilan, dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam pemerintahan. Pemimpin ideal dalam Islam adalah mereka yang dapat menjalankan amanah dengan bijaksana, adil, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Jadi, jawabannya apa? Jawabannya ada di dalam sejarah. Umat Islam harus mengambil pelajaran dari sejarah untuk memilih pemimpin yang dapat menjalankan amanah dengan bijaksana, adil, dan melibatkan umat dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *