Sebagai tokoh yang sangat dominan dalam sejarah bangsa Indonesia, Presiden Soekarno dikenal sebagai seorang pemimpin yang gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan menjalankan pemerintahan sepanjang masa Demokrasi Terpimpin. Namun, masa pemerintahannya tersebut juga merupakan masa yang penuh dengan konfrontasi, baik secara politik, sosial maupun ekonomi. Soekarno menganggap perjalanan Revolusi Indonesia belumlah selesai, yang tercermin dalam salah satu pidatonya yang dijadikan manifesto politik Republik Indonesia yaitu “Membangun Kembali Bangsa Indonesia”.
Konfrontasi dalam Politik
Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia terjadi pada kurun waktu 1959-1965. Pada periode ini, Presiden Soekarno menggantikan sistem demokrasi parlementer dengan sistem demokrasi terpimpin yang memberikan kekuasaan eksekutif yang kuat kepada presiden. Langkah ini mengakibatkan konfrontasi politik, karena banyak pihak yang merasa kepentingan mereka terabaikan dan hak-hak politik mereka menjadi terbatas.
Presiden Soekarno berusaha untuk menyatukan berbagai kepentingan dan ideologi yang ada dalam bangsa Indonesia tetapi hal ini justru menciptakan konfrontasi antara pendukung berbagai kebijakan. Beberapa di antara konfrontasi politik yang terjadi adalah antara militer dan komunis, antara kelompok pro demokrasi dan kelompok pro otoritarian, serta antara pemerintah pusat dan daerah.
Konfrontasi dalam Sosial dan Budaya
Sosial dan budaya juga menjadi bidang konfrontasi di masa Demokrasi Terpimpin. Kebijakan Soekarno yang menitikberatkan pada nasionalisme dan paham anti-imperialisme mengakibatkan kontroversi di berbagai pihak. Program-program seperti “Desa Baru” dan “Desa Pola”, upaya menggabungkan etnis-eti sebagai kebijakan nasional, serta pemberantasan buta huruf melibatkan berbagai sektor dalam masyarakat, terutama kaum elite yang merasa kepentingannya terganggu oleh kebijakan tersebut.
Di sisi lain, manifestasi nasionalisme dalam bentuk “klaim” terhadap beberapa wilayah tetangga seperti Malaysia menimbulkan konfrontasi dengan negara-negara tersebut dan menjadi sumber konflik internasional. Konfrontasi tersebut kemudian dikenal sebagai Konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Konfrontasi dalam Ekonomi
Masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan konfrontasi dalam bidang ekonomi yang tercermin dalam krisis perekonomian yang melanda Indonesia. Kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno, seperti nasionalisasi sumber daya alam, menutup perusahaan-perusahaan asing, dan melakukan kerja sama dengan blok komunis, membuat perekonomian Indonesia menjadi kacau balau.
Pada masa ini, terjadi inflasi yang tinggi, menurunnya produksi domestik, krisis devisa, dan berbagai masalah lain yang kemudian mempengaruhi kehidupan sosial dan politik di Indonesia.
Kesimpulan
Masa Demokrasi Terpimpin merupakan suatu periode penting dalam sejarah Indonesia yang penuh konfrontasi. Presiden Soekarno, yang menganggap perjalanan Revolusi Indonesia belum selesai, menciptakan berbagai kebijakan kontroversial yang menjadi sumber konfrontasi dalam berbagai bidang. Meskipun demikian, masa ini juga menjadi tonggak pembelajaran dan evaluasi bagi bangsa Indonesia dalam membangun fondasi negara yang kuat, stabil, dan demokratis.