Diskusi

Pada Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI Melakukan Sidang untuk Menghapus Tujuh Kata Dalam Piagam Jakarta: Salah Satu Tokoh Penting di Balik Keputusan Ini

55
×

Pada Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI Melakukan Sidang untuk Menghapus Tujuh Kata Dalam Piagam Jakarta: Salah Satu Tokoh Penting di Balik Keputusan Ini

Sebarkan artikel ini
Pada Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI Melakukan Sidang untuk Menghapus Tujuh Kata Dalam Piagam Jakarta: Salah Satu Tokoh Penting di Balik Keputusan Ini

Tanggal 18 Agustus 1945 menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia, ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang yang berujung pada keputusan menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Alasan utama keputusan ini muncul karena beberapa pihak merasa keberatan dengan tujuh kata yang ada dalam piagam tersebut.

Piagam Jakarta merupakan rancangan awal Pembukaan UUD 1945, yang tertuang dalam sila pertama Pancasila “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Tujuh kata yang dianggap kontroversial dan kemudian dihapus oleh PPKI adalah “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Keberatan muncul karena ada pandangan yang mengusulkan pemisahan antara agama dan negara, demi menciptakan Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan satu negara kesatuan bernama Republik Indonesia.

Salah satu tokoh penting di balik keputusan penghapusan tujuh kata ini adalah Mohammad Hatta. Sabda raja (Moh. Hatta), sebagai Wakil Presiden, bersama dengan Presiden Sukarno telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia sehari sebelumnya, pada tanggal 17 Agustus 1945. Mohammad Hatta adalah tokoh yang mendukung kuat ideologi negara sekuler, sehingga berdiri di garis depan dalam proses penghapusan tujuh kata tersebut.

Mohammad Hatta serta beberapa tokoh lain dalam panitia sembilan, termasuk Agus Salim dan Abdul Kahar Muzakir, menekankan pentingnya negara yang mencakup semua kepercayaan dan agama, dan dianggap perlu menjaga negara dari dominasi ajaran agama tertentu. Mereka berkeyakinan bahwa negara seharusnya netral dalam hal agama, dan setiap individu memiliki kebebasan untuk merdeka dalam memilih dan menjalankan keyakinannya.

Pandangan ini, tentu saja, tidak tanpa perdebatan. Beberapa tokoh lain dalam panitia sembilan berargumen bahwa Indonesia seharusnya merupakan negara Islam mengingat mayoritas penduduknya Muslim. Namun, setelah berbagai pertimbangan dan diskusi panjang, pendapat Mohammad Hatta dan tokoh-tokoh yang sepaham dengannya berhasil mempengaruhi keputusan PPKI.

Sebagai hasilnya, pada sidang tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan untuk menghapus ketujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut. Keputusan ini tidak hanya berdampak pada teks pendahuluan UUD 1945, tetapi juga membentuk dasar ideologi negara Indonesia, Pancasila dan UUD 1945, yang menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warganya.

Maka, 18 Agustus 1945 menjadi titik balik dalam sejarah konstitusional Indonesia, dengan Mohammad Hatta sebagai salah satu tokoh kunci yang mendorong terciptanya negara Pancasila yang pluralis dan inklusif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *