Pemilu 1955 dan Dekrit 1959 merupakan momen penting dalam menguatkannya isu munculnya demokrasi terpimpin di Indonesia. Sepanjang sejarah Indonesia, demokrasi terpimpin menjadi salah satu sistem politik yang menggantikan sistem demokrasi liberal pada masa Orde Lama. Demokrasi terpimpin digagas oleh Presiden Soekarno sebagai bentuk penyeimbangan antara kekuatan demokrasi dan pemerintahan yang kuat dan efektif.
Pemilu 1955 menjadi simbol awal dari keinginan untuk mengakhiri pemerintahan yang tidak stabil dan konflik internal yang terjadi di Indonesia saat itu. Pemilu ini dilaksanakan sebagai upaya untuk menggantikan sistem federal yang diterapkan sebelum kemerdekaan Indonesia dengan sistem pemerintahan yang lebih demokratis. Namun, Pemilu 1955 belum berhasil menyelesaikan persoalan konstitusional, sehingga menimbulkan kebutuhan akan adanya Demokrasi Terpimpin.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikenal sebagai Dekrit 1959 menjadi tonggak sejarah yang menegaskan terbentuknya sistem Demokrasi Terpimpin. Presiden Soekarno menyatakan bahwa Konstituante gagal dalam merumuskan konstitusi baru yang mampu menggantikan UUD 1945 sebagai dasar hukum negara. Oleh karena itu, Presiden kembali membekukan Konstituante dan menetapkan UUD 1945 sebagai dasar hukum yang berlaku. Dekrit ini juga sekaligus menjadi landasan penting bagi penerapan sistem Demokrasi Terpimpin yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno.
Salah satu latar belakang munculnya Demokrasi Terpimpin adalah adanya kegagalan Konstituante dalam merumuskan konstitusi baru. Betapa pun pilihan politik ini cukup kontroversial, Demokrasi Terpimpin dirasa perlu untuk menjaga stabilitas politik dan ketertiban dalam negeri. Demokrasi Terpimpin juga menjadi solusi yang dianggap efektif untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pembangunan nasional, terutama dalam mengatasi berbagai perpecahan akibat faktor ideologis, politis, dan kultural yang melanda Indonesia saat itu.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita Demokrasi Terpimpin, pemerintah saat itu mengambil langkah-langkah konkret, seperti pembatasan kegiatan partai politik, pemberlakuan disiplin nasional, dan pembentukan MPR sebagai lembaga yang menggantikan peran Konstituante dalam mengawasi pemerintahan. Semua langkah ini bertujuan untuk menghapuskan hambatan-hambatan yang menghambat proses pengambilan kebijakan dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien.
Pemilu 1955 dan Dekrit 1959 menjadi momen penting dalam menguatkannya isu munculnya demokrasi terpimpin di Indonesia. Meskipun demokrasi terpimpin mengalami perubahan seiring dengan berbagai dinamika politik nasional, dampaknya tetap terasa hingga saat ini. Sebagai bangsa yang demokratis, Indonesia terus mengupayakan perbaikan sistem politik guna menghasilkan tata kelola pemerintahan yang berpihak kepada rakyat.