Diskusi

Penerapan Jurisdiksi yang Berlaku Terhadap WNA yang Melakukan Kejahatan Siber di Indonesia

78
×

Penerapan Jurisdiksi yang Berlaku Terhadap WNA yang Melakukan Kejahatan Siber di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Penerapan Jurisdiksi yang Berlaku Terhadap WNA yang Melakukan Kejahatan Siber di Indonesia

Dalam era digital ini, kejahatan siber menjadi ancaman nyata yang serius bagi negara mana pun, termasuk Indonesia. Kejahatan siber tidak mengenal batas geografis dan dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh Warga Negara Asing (WNA). Dalam konteks itu, penerapan jurisdiksi criminal menjadi tantangan tersendiri bagi penegak hukum di Indonesia. Artikel ini akan membahas bagaimana jurisdiksi yang berlaku terhadap WNA yang melakukan kejahatan siber di Indonesia.

Pada dasarnya, hukum Indonesia berlaku untuk semua orang yang berada dalam wilayahnya, termasuk WNA. Hal ini ditetapkan dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan kejahatan di wilayah Indonesia. Ini termasuk kejahatan siber yang dilakukan oleh WNA.

Tetapi penerapan pasal ini menjadi rumit dalam kasus kejahatan siber karena sering kali pelaku berada di luar yurisdiksi nasional. Pelaku kejahatan siber yang berada di luar wilayah hukum Indonesia tetap dapat dijerat hukum Indonesia jika kejahatan itu memiliki dampak di wilayah hukum Indonesia.

Ketentuan tentang jurisdiksi ektrateritorial ini diatur dalam Pasal 4 KUHP. Pasal ini menyatakan bahwa hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah hukum Indonesia melakukan kejahatan dan kejahatannya ditujukan terhadap kepentingan Indonesia.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang merugikan penggunaan Informasi dan Transaksi Elektronik yang dilakukan dari luar wilayah Indonesia, yang berakibat pada hukum di wilayah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara dan denda.

Untuk mengadili WNA yang melakukan kejahatan siber, pemerintah Indonesia juga bisa memanfaatkan asas universalitas. Asas ini memungkinkan penegak hukum untuk menindak pelaku kejahatan tertentu yang serius, seperti pembajakan, terorisme, dan genosida, meski dilakukan di luar wilayah hukum Indonesia.

Namun, penerapan asas ini juga menemui banyak hambatan, mulai dari masalah ekstradisi hingga pelanggaran kedaulatan negara lain. Oleh karena itu, kerjasama internasional menjadi sangat penting dalam penegakan hukum kejahatan siber.

Jadi, jawabannya apa? Penerapan jurisdiksi terhadap WNA yang melakukan kejahatan siber di Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti penerapan jurisdiksi ekstrateritorial dan asas universalitas. Namun, penerapan ini juga menemui tantangan dan perlu didukung dengan kerjasama internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *