Dalam perjalanan nasionalisme Indonesia, banyak peristiwa dan pergantian kekuasaan dari satu tangan ke tangan lainnya. Salah satunya adalah perjanjian yang membawa perubahan signifikan, dimana Belanda menyerahkan Indonesia ke tangan Inggris, lebih spesifik lagi, dari tangan Gubernur Janssen kepada wakil gubernur kedua, Sir Thomas Stamford Raffles.
Peristiwan historis ini berlangsung pada awal abad ke-19, saat terjadi Perang Napoleon antara Inggris dan Prancis. Pada masa itu, Belanda dikuasai oleh Prancis, sehingga wilayah jajahannya, termasuk Indonesia (Hindia-Belanda waktu itu), juga dianggap berada di bawah kendali Prancis. Dalam upaya memutus jalur pengiriman rempah-rempah ke Prancis, Inggris kemudian menginvasi Indonesia.
Pada tahun 1811, Inggris menaklukkan Jawa dan beberapa wilayah lain di Indonesia dengan Gubernur Janssen tidak berdaya melawan serangan tersebut. Perpindahan kekuasaan ini ditandai dengan serah terima formal kekuasaan dari Janssen kepada Thomas Stamford Raffles, yang dikenal sebagai Perjanjian Tuntang, diadakan di Tuntang (sekarang Semarang).
Sir Thomas Stamford Raffles, seorang administrator kolonial Inggris dan pendiri Singapura, ditunjuk sebagai Letnan Gubernur Bengkulu sebelum akhirnya memimpin Jawa. Raffles terkenal dengan kebijakannya yang progresif dan reformis, berusaha memodernisasi administrasi dan mengurangi korupsi yang meluas pada masa kekuasaan Belanda.
Walaupun demikian, kekuasaan Inggris atas Indonesia tidak berlangsung lama. Setelah kekalahan Napoleon pada tahun 1816, Belanda mengembalikan statusnya dan mengambil kendali kembali atas Indonesia di sebagian besar wilayahnya.
Kesimpulannya, perjanjian yang menyerahkan Indonesia dari tangan Janssen kepada Thomas Stamford Raffles adalah peristiwa penting dalam sejarah kolonial yang mengekspos Indonesia kepengaruh Inggris dalam jangka pendek. Walaupun berlangsung singkat, periode ini memberikan banyak pengaruh pada masyarakat dan administrasi kolonial di Indonesia.
