Rasulullah SAW. adalah sosok yang tak hanya menjadi suri tauladan dalam hal perilaku dan sikap, namun beliau juga adalah sosok pribadi yang memiliki keistiqomahan dalam beribadah. Keistiqomahan itu tercermin dalam suatu malam yang disaksikan oleh istri beliau, Aisyah RA.
Saat itu dini hari menjelang subuh, Rasulullah SAW. dan Aisyah RA. sedang berada dalam satu ruangan. Sang nabi kemudian meminta izin kepada Aisyah untuk melakukan ibadah. Rasulullah memberi izin kepada Aisyah untuk tidur, sementara ia sendiri memutuskan untuk meluangkan waktu untuk khusyu’ dalam beribadah. Waktu berlalu, namun Rasulullah tak juga menyelesaikan ibadahnya. Malam semakin larut, dingin menerpa, namun Rasulullah tetap bertahan dalam posisi beribadahnya, dengan dibayangi sorotan ayat-ayat Al-Quran yang sedang dibaca.
Adapun ayat yang beliau baca menurut hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. sendiri adalah ayat yang terkandung dalam Surat Ali Imran (3:191) yang berbunyi :
“Yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ayat ini merupakan cerminkan perenungan mendalam tentang kebesaran ciptaan Allah SWT., dan doa agar terhindar dari siksa neraka. Tingginya level khusyu’ Rasulullah dibuktikan dengan menetesnya air mata tersedu-sedu, seolah olah beliau merasakan keagungan Allah dan betapa besarnya ciptaan-Nya.
Peristiwa ini menjadi cerminan bagaimana seharusnya umat Islam melakukan ibadah, dengan penuh khusyu’ dan penyerahan diri kepada Allah SWT. Sejauh mana pun rumah kita dari masjid, seberapa sibuk pun kita dalam rutinitas sehari-hari, seharusnya kita mampu meluangkan waktu untuk beribadah dan merenungkan ayat-ayat Al-Quran, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Kisah ini juga mengajarkan kepada kita bahwa ibadah tidak hanya rutinitas yang harus dipenuhi, namun juga sebagai media komunikasi dengan Tuhan dan cara mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah SAW. memanfaatkan ibadah tersebut tidak hanya untuk memenuhi kewajiban, namun juga untuk merasakan kedekatan dengan Allah dan refleksi atas hidup ini. Oleh karena itu, ibadah harus dijadikan sebagai kebutuhan rohani, bukan sekedar simbol keagamaan.