Pancasila, sebagai dasar ontologis dan antropologis, dipandang sebagai: alasan, prinsip, dan nilai universal yang melandasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Mempertimbangkan Pancasila dalam dua aspek ini memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi dan keunikan dari ideologi negara ini.
Pancasila Sebagai Dasar Ontologis
Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat dan sifat keberadaan. Jika Pancasila dianggap sebagai dasar ontologis, berarti Pancasila merupakan hakikat atau sumber dasar dari keberadaan dan kerja-kerja bangsa Indonesia. Pancasila mencerminkan ide dasar etika dan moral bangsa, serta menjadi landasan untuk memahami dan menginterpretasi realitas sosial dan politik di Indonesia.
Simbol Pancasila yang berbentuk Garuda Pancasila juga tidak lepas dari makna ontologis ini. Contohnya, simbol “Bhinneka Tunggal Ika” yang menunjukkan prinsip keragaman dalam kesatuan, adalah representasi dari dasar ontologis Pancasila.
Pancasila Sebagai Dasar Antropologis
Dalam konteks antropologi, Pancasila dianggap sebagai dasar yang mengatur dan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai bangsa. Sebagai dasar antropologis, Pancasila mencakup semua aspek kehidupan manusia, termasuk sistem sosial, kepercayaan, dan tradisi.
Sifat antropologis dari Pancasila membantu dalam membimbing perilaku dan sikap masyarakat Indonesia, dan memberi arah pada cara berpikir dan bertindak masyarakat. Faktanya, Pancasila menjadi penanda identitas bangsa, mencakup berbagai tradisi dan keberagaman budaya yang khas dan unik di Indonesia.
Hakikat Mutlak Monopluralis
Pancasila, pada hakikatnya, memiliki hakikat mutlak monopluralis. Dalam Pancasila, pluralisme dipahami sebagai keragaman yang dipersatukan. Jadi, hakikat mutlak monopluralis ini menggambarkan karakter negara Indonesia yang beragam tetapi tetap bersatu dalam satu ideologi, Pancasila.
Dengan demikian, Pancasila menunjukkan paradigmatis yang unik, memadukan konsep monistik dan pluralistik dalam satu entitas. Negara Indonesia, berdasarkan Pancasila, menghargai keragaman dan perbedaan namun tetap kuat dalam kesatuan dan terhubung dalam nilai-nilai universal yang sama.
Konsep monopluralis ini dapat dilihat dalam simbol “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda tetapi tetap satu”. Pancasila berkesimpulan bahwa Indonesia, meskipun memiliki beragam suku, agama, ras, dan antargolongan, tetap satu dan bersatu, yang mencerminkan hakikat mutlak monopluralis.
Jadi, jawabannya apa? Pancasila, sebagai dasar ontologis dan antropologis, pada hakikatnya memiliki hakikat mutlak monopluralis yang menggambarkan karakter negara Indonesia: beragam tetapi bersatu, dengan asumsi bahwa keragaman dan perbedaan tidak menghancurkan, tetapi justru memperkuat kesatuan.