Wawasan Nusantara merupakan konsep baku yang dianut oleh bangsa Indonesia dalam memandang diri dan lingkungannya. Indonesia, negara yang kaya akan suku, agama, ras, dan kebudayaan, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan serta menghargai perbedaan dan keanekaragaman di dalam mewujudkan cita-cita nasional. Namun, sejauh mana cara pandang ini telah diamalkan?
Wawasan Nusantara: Menghargai Perbedaan dan Keanekaragaman
Berangkat dari falsafah ‘Bhinneka Tunggal Ika’, yaitu berbeda-beda tapi tetap satu, wawasan Nusantara berada pada jantungnya. Konsepsi ini seharusnya menjadikan keberagaman di Indonesia menjadi kekuatan, di mana setiap perbedaan suku, agama, ras, dan kebudayaan bukan menjadi persoalan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Terbentur Realitas: Masih Kuatnya Sentimen Ke-Asal-Usulan
Meski demikian, pada kenyataannya, tantangan masih dihadapi dalam penerapan konsep ini. Masih kuatnya anggapan bahwa ‘putra daerah’ adalah yang paling layak untuk menjadi kepala daerah, merupakan salah satu indikator nyata dari tantangan ini.
Namun, mengapa hal ini bisa terjadi?
Pada dasarnya, persepsi ini muncul karena rasa emosional dan identifikasi terhadap seseorang yang berasal dari lokasi yang sama dan memiliki latar belakang yang serupa. Rasa memiliki yang tinggi ini mendorong warga untuk mendukung kandidat atau pemimpin yang sejajar dengan latar belakang mereka sendiri. Ini bukan berarti bahwa pendekatan ini sepenuhnya negatif, tetapi hal ini tentu saja mengaburkan nilai utama dari Wawasan Nusantara jika dipraktikkan secara absolut.
Seharusnya, dalam konteks kepemimpinan dan pemerintahan, pertimbangan utama seharusnya berdasarkan pada kompetensi, integritas, dan dedikasi seseorang, daripada asal usulnya. Dengan demikian, pemimpin yang terpilih dapat bekerja untuk kepentingan rakyat seutuhnya, bukan hanya bagi kelompok tertentu.
Penanaman nilai-nilai Wawasan Nusantara yang sungguh-sungguh dan pendidikan politik yang objektif dan fair sejak dini adalah solusi utama dalam mengentaskan anggapan ini. Dengan begitu, anggapan kuat tentang ‘putra daerah’ sebagai pemimpin yang paling layak akan berangsur hilang, menjadikan pemilihan pemimpin yang lebih fokus pada kualitas dan kompetensi.
Jadi, jawabannya apa? Jawabannya ada pada kita semua untuk menerapkan Wawasan Nusantara dengan benar dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal pemilihan kepala daerah.